Sabtu, 24 Maret 2012

Nothing’s Carved in Stone, Ketika Jiwa Ellegarden Gentayangan ( II )



Nothing’s Carved in Stone
Tidak hanya Hosomi sang vokalis Ellegarden yang membuat project baru dengan band The Hiatus. Gitaris Ellegarden, Shinichi Ubukata pun nggak mau kalah dong. Untuk menunjukkan eksistensinya kembali, ia membentuk band alternative rock bernama Nothing’s Carved in Stone. Hmm.. Sepertinya perang dingin antara personil-personil Ellegarden makin memanas. Hehehe..
Band satu ini dibentuk pada tahun 2009, dimana Ubukata menggandeng tiga anak manusia untuk join (Ya iyalah manusia.. Masa anak setan.. Hii..). Yaitu Taku Muramatsu (vokalis dan gitaris), Hidekazu Hinata (bassis), dan Takanori Okita(drummer). Ubukata sendiri tetap setia pada job lamanya, memainkan gitar tentunya. Formasi empat orang yang agak mengingatkan kita pada Ellegarden. Entah kenapa kok banyak band beraliran punk rock menggunakan jumlah empat orang. Apa sudah jadi standar nggak resmi kali ya..
Tentu saja dengan keberadaan Ubukata yang masih lekat dengan embel-embel Ellegarden, mau nggak mau pun Nothing’s Carved in Stone ini mendapatkan ekspetasi yang tinggi dari penggemar Ellegarden. Berharap kualitas dan kuantitas lagu dari Ellegarden bisa tertular pada band ini. Nyatanya, nih band mampu memberikan suguhan musik yang berkelas. Menggunakan kekuatan lirik yang dominan dengan bahasa Inggris pun membuktikan kemampuan pelafalan Taku nggak kalah sama Hosomi. Kayaknya si Ubukata mau menunjukkan kalo nggak cuma Hosomi aja yang bisa nyanyi Inggris dengan fasih,”Nih vokalis gue juga bisa!”, begitu mungkin pikirnya. Hahaha..
Tetapi ketika mendengar beberapa lagunya, sepertinya nuansa Ellegarden agak terasa minim. Permainan musik yang ditujukan sangat kreatif bisa membuat Ubukata dan kawan-kawan keluar dari bayang-bayang nada Ellegarden. Ditambah pula suara Taku yang berbeda karakterisasinya dengan Hosomi. Malahan nuansa Barat justru kental di musik mereka. Bisa dibilang mirip-mirip sama Good Charlotte, baik dalam pengiring maupun suara Taku.
Gaya-gaya genre rock alternative sanggup dihadirkan secara habis-habisan di lagu “Chaotic Imagination”. Dibuka dengan raungan gitar disusul kombinasi dengan drum, semakin menambah keunggulan lagu. Ketangguhan bass teruji sekali di “Cold Reason”, dari awal suara bass menggaung-gaung penuh kemantapan. Suara Taku yang serak agak berat berhasil mengimbangi bass-nya deh. Joss abisss..
Lalu pada “Memento”, sama sekali tidak ada suara Taku yang nongol di sini, alias hanya instrumen doank. Penggunaan efek-efek suara yang dalam seperti berada di tengah malam mendengarkan gemericik air sungai mengalir (Hahaha.. Sekarang agak pinter bikin perumpamaan kayak gini..). Didukung dengan tabuhan drum nan harmonis dengan efek agak mendengung seperti jauh dari pendengar. Wuss.. Nggak bisa dilewatkan nih.
Mau menggebrak yang dari intro? “Pendulum” bisa menjadi jawabannya. Musik yang easylistening, drum yang seru, hingga skill mumpuni sang bassis bersatu padu di sini. Jadi mirip tipe musiknya Alter Bridge. “Rendaman” juga gokil. Pendengar dimanjakan dengan musik yang bisa membuat semangat hilang kembali lagi. Lagu yang tepat didengarkan sebelum tmenuju ke medan tawuran nih. Hehe..
“Sand of Time” bernuansa lebih ke arah alternative pop. Dominasi permainan gitar yang bernada-nada ringan menghiasi sepanjang lagu.  Lanjut ke lagu “Slow Down”. Benar-benar judul yang tepat banget. Kita serasa dibuat agak tenang dengan musik yang mendayu dengan sedikit instrumen. Banyak sekali celah-celah lagu yang hanya diisi dengan tuts-tuts piano ataupun genjrengan gitar. Tapi kadang-kadang tedengar gebukan drum yang tiba-tiba muncul, lalu menghilang dengan seketika. Seperti CD musiknya rusak saja. Hehe.. Menjelang akhir, barulah tempo mulai meninggi dan taste of punk rock terbangun. Ini mulai terasa ketika permainan bass yang agak piawai muncul. “Sunday Morning Escape” pun terdengar sama. Kita dibuat terlena di awal, yang seketika berubah menjadi musik tajam dan bervariasi di ending.
Nah, segitu dulu gambaran mengenai band satu ini. Lagunya cuma sedikit? Enggak kok. Masih banyak. Hingga tahun 2011 ini saja udah ada  tiga album kok. Dan yang di atas itu tadi hanya mayoritas dari album kedua mereka Sands of Time. Jadi nggak perlu khawatir, masih banyak yang bisa Anda dengar dan dapatkan kesannya sendiri! Pokoknya Nothing’s Carved in Stone nggak bisa begitu saja dibuang dari daftar koleksi. Keberadaan Ubukata yang menjadi magnet utama menjadi faktor pertama yang membuat penulis mulai mencari seluk beluh nih band. Ya.. walau secara garis besar the shadow of Ellegarden masih mengusik keberadaan Ubukatadi sini, tapi dengan vokalis yang memiliki  suara khas berbeda dari Hosomi membuat Nothing’s Carved in Stone bisa menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Tidak ada rasa takut sedikitpun dari Ubukata untuk mencoba musik yang agak beda-beda dikit dari Ellegarden. Salut deh!!

The Hiatus, Ketika Jiwa Ellegarden Gentayangan ( I )



The Hiatus
Mendengar Ellegarden sudah rontok.. gogrok.., gairah punk rock ala Jepang terasa berkurang nih. Apalagi bisa dibilang Ellegarden-lah yang mengenalkan musik bergenre punk rock bercampur emo khas Negeri Matahari Terbit kepada penulis. Huh.. Kalau mereka ...sekarang sudah “end”..., nggak ada karya baru lagi dong. Hiks..Hiks..
JRENG! JRENG! JRENG! Sudah cukup larut dalam kesedihan. Waktunya untuk sedikit tersenyum lagi. Kenapa?  Ellegarden sudah reuni?Boro-boro reuni, bubar aja baru beberapa waktu lalu.. Bukan..Bukan itu.. Ternyata sang vokalis Ellegarden, Takeshi Hosomi bete juga nganggur terus menerus. Membuatnya tercetus untuk membuat band baru. Hah? Band dengan vokalis Hosomi?! Yup! Bener banget. Dan nama band tersebut.. The Hiatus!! Hore!!
The Hiatus.. namanya nyindir Ellegarden banget. Band ini memiliki aliran yang sama seperti Ellegarden. Emo, ,skatepunk,Punk rock ,serta sedikit alternative terpatri dalam musik mereka. Di sini Hosomi tetap berperan sebagai vokalis dan gitaris. Lalu nongol juga Masasucks sebagai lead gitar (nih orang juga pernah ikut band bernama FULLSCATCH), Ueno Koji memainkan bass (pernah jadi member band Radio Caroline), drummer digebuk-gebuk sama Kashikura Takashi, dan terakhir sebagai keyboardis  Horie Hirohisa (dari Neil & Iraiza). Tuh..tuh.. Hampir semua personilnya bernasib sama seperti Hosomi, band masing-masing mengalami mandek di tengah jalan. Dan untuk mengisi kekosongan itu akhirnya mereka fusion membentuk The Hiatus. Benar-benar muka-muka lama  yang membentuk band baru. Hehehe..
Kemampuan pelafalan Hosomi yang begitu melegenda di Ellegarden tidak bisa hilang begitu saja. Begitu pula dengan keahliannya dalam mengarang lagu, tetap menjadi andalan di sini. Dan karena vokalisnya seorang Hosomi, pastinya nuansa Ellegarden terasa kental banget. Ya jelas lah.. Tetapi The Hiatus  tidak terlalu sering menggunakan Bahasa Inggris dalam lagu-lagunya. Malah bisa dibilang dominasi Bahasa Jepang lebih kental di sini.  Mereka juga mencoba menambah warna musik mereka dengan memasukkan unsur piano yang terasa di banyak lagunya. Berbeda dengan di Ellegarden yang jarang sekali menggunakan jasa instrumen satu ini. Bisa dirasakan di lagu “Ghost in the Rain”. Intro piano yang benar-benar menggambarkan suasana seolah di tengah hujan. Nuansa nge-beat tidak terlalu ditonjolkan di sini. Reff-pun tidak terasa punk banget. Lebih santai dengan suara Hosomi yang tidak terlalu memainkan nada tinggi, tapi tidak mengurangi gereget musik The Hiatus.
“Centipede” serta “Lone Train Running”, menunjukkan bahwa The Hiatus memang serius bergerak di jalur emo-punk. Kemasan yang dibuat mewah mirip Ellegarden dibumbui skill keyboardis yang lihai memainkan jari-jari tangannya, membuat keduanya pantas menjadi trek andalan. “Konpeki no Yoru ni” kembali menjawab harapan pecinta musik aliran ini dengan suguhan musik kualitas tinggi dan  tetap mengandalkan keceriaan suara Hosomi. Pada “Storm Racers”, tensi tubuh seolah dibuat berpacu terus menerus dengan drum yang memukau. Tidak kalah pula teknik gitar nan piawai dipamerkan di lagu ini.
Diawal “My Own Worst Enemy”, pertunjukkan yang mantap dengan suara Hosomi yang terkesan serius menghiasi. Nada-nada yang agak rendah berani dimainkan di sini dengan tempo cenderung tinggi. Dan saat memasuki reff, kita dibuat sedikit rileks dengan kekuatan liriknya dan permainan instrumen yang seolah memberi kekuatan dari belakang agar kita berani menatap masa depan (Hah.. sok banget omongannya).
Ngantuk? Nih dengerin aja “Notes of Remembrance”. Makin lama denger bakalan tidur loh. Suasana lagu yang terasa monoton dan gitu-gitu aja. Ditambah lagi Hosomi yang nggak terlalu ngotot plus pemilihan instrumen pendukung yang pas. Wuih.. ajib seajib-ajibnya. Nah, apalagi kadang terdengar suara samar-samar seperti buku yang lagi dibalik-balik halamannya gitu. Huaammm.. Makin ngantuk aja rasanya.. Lalu ada juga “Twisted Maple Trees”.. Aduh duh... bener-bener merinding nih.. melodi-melodi patah hati dan kehilangan semangat hidup.. Penyesalan yang begitu dalam tergambar jelas melalui lirik-lirik yang dilantunkan Hosomi. Temanku (sebut saja E) ,salah seorang penggila Ellegarden pernah bilang dan menyangka kalo nih lagu merupakan bentuk dari penyesalan Hosomi nggak bisa mempertahankan Ellegarden. Hmm.. Really?? Menarik juga tuh...
Semua lagu di atas enak kok. Tapi tetap tidak ada yang menyaingi kehebatan lagu “Unicorn”. Lagu easylistening, cocok didengarkan di setiap waktu dan suasana apa pun. Dentingan piano yang memesoan dari awal. Laksana berada di malam hari dan menatap bintang-bintang. Ditambah lagi penggunaan drum dengan teknik march. Wuhh… Nuansa keindahan langit malam langsung terasa deh. Suara Hosomi oke banget deh. Sedikit parau dipadu dengan nuansa lirih. Pas reff kerasa banget kok. Cocok didengarkan di malam bersama teman-teman sembari mengingat kenangan indah di masa lampau.
Nah.. The Hiatus bisa menjadi alternatif lain bagi pecinta musik Jepang.  Pastinya, The Hiatus bisa memikat dengan musiknya yang nggak kalah menakjubkan. Maju terus dan jayalah The Hiatus!!

Girl Dead Monster, The Cute Afterlife Band



Girl Dead Monster
      Kali ini kita coba bahas mengenai Girl Dead Monster. Nih bukan sembarang band loh.. Soalnya Girl Dead Monster alias Girldemo ini merupakan virtual band. Hah? Virtual band? Yup.. Maksudnya keberadaan mereka nggak ada di dunia ini. Tetapi mereka hidup di dunia anime bernama Angel Beats!.
AH.. Nggak seru dong?! Kalo cuma virtual doang?!!
      Oioi..!! Jangan dulu keburu menjudge mereka mentang-mentang hanya dua dimensi. Justru inilah salah satu kelebihan Girldemo. Mereka tetap mampu menghasilkan karya-karya yang tidak kalah ciamik dengan band-band nyata. Inget sama Gorillaz ‘kan? Nah, Girdemo tuh mirip-mirip Gorillaz gitu kok. Maksudnya sama-sama virtual, tapi juga sama-sama sukses di pasaran Hehe..
        Sekilas dulu soal sejarah Girldemo deh. Berdasarkan realita yang ada di dunia Angel Beats!, band satu ini merupakan band afterlife pertama dan mungkin satu-satunya di dunia. Bagaimana tidak? Lha wong mereka saja nyanyi di dunai setelah kematian. Hi.. Jadi terdapat dunia dimana manusia mati yang masih memiliki penyesalan akan dikumpulkan di sebuah ‘sekolah’ sehingga mampu menerima penyesalan mereka. Lalu  dapat pergi dari dunia tersebut. Nah, tapi ada kelompok pembelot pengen menguasai tuh dunia, bernama SSS. Dan Girldemo itu merupakan sub-unit dari SSS sebagai decoy division. Oh.. Jadi Girldemo juga tukang onar ya. Hehe.. Nggak sepenuhnya gitu kok. Masing-masing anggota pasti punya alasan tersendiri kenapa gabung dengan SSS. Ok..Ok.. Kembali ke Girldemo! Mereka sering manggung secara illegal sebagai alat pengalih perhatian guru dan aparat penegak hukum di dunia itu ( Tenshi ). Penampilan yang aduhai dan skill tingkat atas tentunya langsung menarik perhatian para siswa lain untuk menonton dong. Di saat siswa-siswa lain lagi pada sibuk ndengerin Girldemo inilah, anggota SSS lain bergerak melaksanakan rencana mereka yang bisa berjalan lebih baik berkat ada tuh band.
        Mari kita nyimak sekilas yuk tentang personel Girldemo yang cantik-cantik dan kawaii pastinya. Hehehe.. Di posisi vokalis terpampang seorang cewek berambut merah pendek bernama Iwasawa. Selain itu dia juga maen rhytm guitar lho.. Wuih.. nyanyi sambil nggitar, pasti ajib banget. Bisa dibilang juga ia itu leader sekaligus icon dari Girldemo ini. Kebanyakan lagu Girldemo yang membuat Iwasawa ini loh..Fuih. Ia memiliki tipikal suara yang agak berat seperti memendam perasaan pedih yang teramat sangat, tapi tetep  joss di nada-nada tinggi kok.. Seiyuu yang punya suara itu tidak lain adalah Marina. Bener-bener pengisi suara yang pas waktu nyanyinya.
        Di gitar melodi, ada Hisako. Cewek berambut cokelat dikuncir satu ini memiliki skill lumayan dewa untuk ukuran cewek. Nggak heran dia pun juga didapuk sebagai wakil pimpinan Girldemo. Kemudian di posisi bassis terdapat Sekine. Walau kelihatannya imut dan lemah, tapi jangan ragukan kemampuan bass-nya. Sebagai drummer, Irie-lah orangya. Gebukan gadis satu ini nggak bisa dianggap remeh. Sepertinya Irie punya obsesi pengen nggebukin orang tuh. Wajahnya Irie maupun Sekine sekilas tampak mirip, dengan pola rambut yang hampir sama. Hanya warna rambut saja yang membedakannya..
           Beres.. Itulah empat personel… AHH!! Kelupaan.. Masih ada satu anggota lagi. Masa bisa lupa sama yang satu ini sih? Namanya Yui. Ini bukan Yui Aragaki atau pun Yui yang nyanyi Good Bye Days itu loh. Bukan juga Yui dari Hokago Tea Time. Memang nama Yui kelihatannya banyak banget ya digunakan sama cewek Jepang ( Kalo di Indonesia mungkin selevel sama nama Bunga paling..Hehe..). Yui satu ini… ya Yui Girl Dead Monster! Dia berposisi sebagai gelandang bertahan..eh… maksudnya lead vocal plus rhtym guitar. Lho..lho..lho?!! Bukannya yang dibagian itu sudah ada Iwasawa? Hmmm.. Bener sih. Biar dijelasin dulu.. Memang Iwasawa pernah berada di pos tersebut. Tetapi kemudian digantikan oleh Yui karena Iwasawa sudah ‘lulus’ alias pergi dari dunai afterlife itu. Hiks..hiks.. Jadi Girldemo itu ada yang pas masa Iwasawa dan juga masa Yui. Untuk karakter suara Yui sendiri, lebih hidup dan ceria. Namun sangat cocok untuk membawakan lagu-lagu Girldemo yang bernuansa rock ketimbang slow ballad (yang ini Iwasawa jagonya). Apalagi untuk nada-nada tinggi, Yui bisa powerfull banget! Itulah kehebatan Yui.. alias LiSA sang pengisi suaranya pas nyanyi..
       Untuk aliran musik, secara garis besar Girldemo mengusung genre pop menyisir rock dengan sentuhan khas Jepang. Lagu-lagu yang dibawakan pun jauh dari kesan membosankan. Kemampuan Iwasawa maupun Yui dalam mengekspresikan suara masing-masing patut diacungi jempol. Membuat lagu terasa lebih menggigit. Ditambah lagi dengan dukungan instrumen yang tidak kenal lelah. Wuh.. Benar-benar kumpulan cewek perkasa denga selera musik mumpuni.
Kita buka dengan lagu “Crow Song”. Bener-bener lagu dengan unsur kenakalan yang dikemas sedikit ceria penuh semangat, baik versi Iwasawa maupun Yui. Diawal langsung disuguhkan drum enerjik dan kombinasi mantap gitar dengan bass. Khusus untuk bass, benar-benar menonjolkan banget deh. Ini baru namanya lagu! Reff dengan sistem backing vokal yang kawaii terasa selaras dengan nada yang dibuat menggebu-gebu. Bagian lain yang nggak kalah membuat decak kagum, tentunya setelah reff kedua. Vokalis menunjukkan kemampuannya bernyanyi dengan tempo cepat tanpa mengurangi nuansa rock yang dibangun. Lalu dilanjutkan dengan teriakan yang khas dan penuh pelampiasan kekesalan. Fuih..fuih.. Nih lagu pertama sudah bikin demen.
          “Alchemy” diawali dengan intro yang menggigit kalau dibilang. Transisi yang dimainkan antar bagian dari verse ke bridge maupun bridge ke reff terasa mengajak berjingkrak. Kembali lagi dominasi bass yang cukup terasa di lagu ini. Tapi yang lain nggak kalah kok. Permainan rhtym gitar yang sedikit monoton malah membuat daya tarik tersendiri di telinga.  Bagian paling joss banget pastinya saat menjelang ending nih lagu, dimana vokalis melakukan teriakan beberapa kali yang sungguh menyengat kuping loh, terutama yang versi Yui.
      “Thousands Enemies” sekali lagi digarap dengan awesome. Intro melodi gitar bercampur dengan dentuman drum yang harmonis, disusul dengan aksi mengagumkan dari sang bassis membuat nih lagu nggak bisa dilewatkan begitu saja. Nada yang dibuat agak patah-patah di akhir reff pun menjadi nilai plus. Ditambah lagi keberadaan backing vocal selama reff yang menambah rame suasana. Konsep sedikit sama juga ada di lagu “Rain Song”. Di lagu “Highest Life”, tempo agak pelan dan tidak terlalu menggebu-gebu seperti lagu-lagu sebelumnya. Yang agak dominan disini adalah melodi gitar yang mengawali lagu dan sering muncul di pertengahan lagu juga. Tapi ada yang menarik di lagu ini, terutama di saat menjelang akhir. Dimana suara Yui yang tengah menyanyi reff didukung oleh backing vocal yang cukup banyak. Kayaknya hampir satu orkestra tuh. Terasa banget pas lirik ‘La..la..la..la..la..la….’. Malah nih lagu kedengarannya cocok buat perpisahan sekolah gitu. Hehe..
       “Little Braver” dibuka dengan melodi gitar sedikit pelan. Tapi itu tak berlangsung lama, langsung saja tempo cepat menyambar dengan instrumen komplet Girldemo. Memasuki verse, kondisi menjadi lebih tenang, terutama ketika Yui nyanyi. Nggak butuh lama menuju reff, kembali tempo agak meningkat mengikuti nada suara Yui yang makin powerfull dan naik juga. Secara keseluruhan, lagu Little Braver top markotop deh! Lalu ada lagu “Answer Song”. Dominasi melodi gitar sudah terasa sejak awal. Memasuki verse, kombinasi bass dan melodi dengan irama drum yang statis membumbui suara Yui. Di kala reff, masing-masing bagai berusaha melepaskan kekuatan masing-masing yang dipendam sebelumnya. Bussyett. Nggak kalah sama lagu laen deh.
Cari yang bass-nya lebih mantap? Kenalan dulu sama lagu “Shine Days”! Langsung saja dibuka dengan intro melodi dan bass yang aduhai. Kita pasti sudah tahu nih lagu bakal banyak menonjolkan bass. Dan itu pun terbukti sepanjang lagu. Untuk urusan nada vokalis sendiri, semakin menuju reff terasa semakin menarik saja. Nanggung banget kalo nih lagu nggak ditunggu sampai selesai. Di penghujung lagu, lagu sedikit berubah slow, memberi kesempatan Yui untuk menunjukkan suaranya di suasana yang agak melow gimana gitu... Tapi setelah itu, langsung bertransformasi kembali ke kondisi yang lebih nge-beat seperti sebelumnya. Sementara itu, lagu “Day Game” terlihat menonjolkan kelebihannya pada bass lagi dan reff yang dibalut dengan backing vocal satu cewek dan satu cowok mengikuti Yui. Masih ingin yang bass-nya nggak kalah lagi? Coba deh dengerin “Run With Wolves”..
         Lagu “My Soul, Your Beats” yang semula dibawakan dengan anggun oleh Lia, berhasil dipermak habis-habisan sama Girldemo menjadi lebih nge-rock abis. Tidak ada piano yang bermain seperti di versi aslinya. Tetapi ada penambahn lirik dan nada baru di tengah-tengah lagu. Yang kembali memberi kesempatan Yui menunjukkan keahliannya di nada tinggi. Bukan hanya lagu opening tersebut yang dimodifikasi. Lagu ending Angel Beats! berjudul “Brave Song” yang dinyanyikan secara manis penuh kesendirian oleh Aoi Tada turut menjadi ‘korban’ Girldemo. Nih lagu malah dibawa jadi penuh semangat. Nggak kerasa banget feel sedih yang dimiliki oleh suara Aoi Tada. Namun semangat untuk bisa bangkit lagi yang dimiliki lagu ini tetap terbawa meski dalam versi rock Girldemo.
      Hmm.. Lagu-lagunya bener-bener bisa bikin spirit balik lagi ya.. Tetapi bukan berarti Girldemo nggak punya lagu yang slow dan bikin mata berkunang-kunang. Hiks..hiks.. Coba dengar dan rasakan apa yang disampaikan dalam lagu “My Song” versi Iwasawa. Arrghh..!! Lirik dan nadanya sedih juga ternyata. Benar-benar menggambarkan keadaan seorang Iwasawa selama ini. Apalagi dengan hanya diiringi dengan gitar akustik, sense yang ingin disampaikan lagu ini benar-benar melekat di hati. Suara Iwasawa pun cocok banget untuk lagu yang agak ballad satu ini. Terutama saat reff-nya, suara sang vokalis terdengar begitu menjiwai dengan nada yang dinamis dan cepat berubah. Pasti nih lagi bisa bikin sedih deh, apalagi kalo tahu cerita Angel Beats yang pas bagian Iwasawa ini. Hiks.. Hiks.. lagu deh..
     Satu lagi yang nggak kalah mematikan kayak My Song. Sudah pasti tidak lain adalah “Ichiban no Takaramono”. Lagu terfavorit dari Girldemo. Gila! Liriknya dalem banget artinya.. Petikan gitar yang mendayu-dayu bagai angin di sore hari. Ditambah lagi suara Yui yang begitu parau tapi tetap powerfull di sini. Hmm. Suara yang penuh ketegaran dalam menghadapi perpisahan. Rasa perpisahan itu tergambar jelas di bagian reff-nya. Vokalis yang sangat baik di  nada tinggi dengan sedikit getaran di suaranya. Dan bagian terbaik dari lagu ini adalah saat reff terakhir, dimana Yui berhasil membawakan nada setingkat lebih tinggi dari reff lainnya. Wuhh.. Seakan-akan, waktu untuk berpisah dengan orang yang kita cintai semakin dekat. Dan begitu suara Yui perlahan menghilang, bagaikan kita tidak bisa bertemu orang itu lagi. Hiks..hiks.. Kok dalem banget sih.. Memang hebat Yui (alias LiSA) mampu menyampaikan kekuatan lagu ini dengan nada-nada tinggi yang malah bisa menggambarkan kepedihan. Yang nonton Angel Beats! episode 10 (perpisahan Yui-Hinata) dan episode terakhir (perpisahan Kanade-Otonashi) pasti paham dan mewek-mewek deh…
     Aduh.. Panjang banget nih. Ngomongin Girldemo memang nggak ada habisnya. Padahal masih ada lagu-lagu lain yang belum sempat dibicarakan. Tapi nggak apa lah. Cari aja sendiri. Hehe… Kualitas yang diberikan nggak kalah kok sama lagu-lagu di atas. Dan sebagai saran, coba deh dengerin tuh Ichiban no Takaramono. Salah satu lagu terbaik Jepang menurutku. Sipp dah.. Pokoknya apapun yang terjadi, jangan pernah lupakan Girldemo yang hidup di anime Angel Beats! walau hanya selama tiga belas episode saja. Itu sudah cukup untuk memberi pelajaran tentang arti kehidupan. Go go Girldemo!!

SPYAIR, The Power of Samurai

SPYAIR
Spyair..hmmm… nama ini mungkin agak asing bagi sebagian pecinta musik Jepang. Tapi yang sering-sering nonton anime, ato otaku sejati pastinya tahu dong sama nih band. Spyair yang digawangi lima cowok tulen ini bisa dibilang  mampu membuktikan eksistensinya di tengah hiruk pikuk band Jepang yang penuh gaya dan skill mumpuni . Bagaimana tidak? Spyair berhasil mengirimkan lagunya sebagai delegasi untuk ending anime. Nggak tanggung-tanggung, tuh anime namanya Bleach!!  Bleach! Masa’ nggak kenal sama anime satu ini? Gak gaul ah..
Spyair sebenarnya terbentuk lumayan berumur juga sih. Yaitu sejak tahun 2005 ( aku masih SD !). Tapi di beberapa tahun awal karier, mereka memilih bergerak sebagai band indie. Mungkin bagi penggemar indie sejati, apalagi indie Jepang pasti sudah kenal band ini dari dulu. Dan baru beberapa waktu yang lalu nih band akhirnya memutuskan memakai label musik. Mungkin untuk lebih mengenalkan diri ke pasaran kali. Dan hal itu terbukti loh! Salah satunya yaitu hamba! Beneran, penulis sendiri yang nggak gaul ini baru tau soal Spyair di tahun 2011! Hahaha.. Merasa malu deh. Masa’ band sebagus ini baru taunya sekarang. Hiks..hiks..
Spyair sendiri merupakan band yang memilih berkarya di genre Pop Rock ala Jepang(meski condong ke rock). Suara Ike sang vokalisnya sendiri begitu khas, serak-serak basah tapi tetap mantap di nada-nada tinggi. Masalah teriak-teriak.. itu urusan kecil bagi sang vokalis. Posisi lain nggak mau kalah kok. Drum-nya Kenta powerful banget.. Momiken si Bassis yang entah terobsesi sama Zoro atau apa. Soalnya di bagian wajahnya kayak dikasih ikat hitam-hitam gitu.  Uz gitarisnya bener-bener ngeluarin jiwa rocknya banget. Kedengaran dari lagu-lagunya. Eit.. jangan ketinggalan ada juga Enzel yang berperan sebagai DJ. Rame banget nih musik Spyair!! Jauh dari kesan berleha-leha..
Lagu pertama yang asyik yaitu “Crazy”. Pendengar bener-bener diajak masuk ke dunia musik Spyair yang gila abis. “Liar” pun sama liarnya.. Intro yang berkesan membuat kita nggak mau ganti lagu dulu.. Bagian verse semakin memanjakan telinga, apalagi dengan skill gitaris yang jelas sekali di bagian ini. Bridge-nya mantap ditambah lagi reff-nya yang seperti meluapkan semua emosi yang ada..(wuih..). Apalagi ini lagu jadi soundtrack buat ending dorama Jepang Hammer Session! (Ceweknya mantep-mantep gan!!Hehehe..).  Lalu ketika  lagu “Incomplete” dimulai, kita langsung tahu nih lagu bakalan seru banget. Lagu “Singing” kayak mengajak kita untuk menyanyi dan sedikit menari kecil-kecil. Opening yang sedikit santai tapi tetap diakhiri dengan reff yang nge-rock dan mengeluarkan suara serak khas vokalis.
Nah, “Last Moment” keren deh. Ini nih lagu yang didaulat menjadi ending Bleach ke-25. Mirip-mirip yang Liar sih. Lagunya sendiri cukup meriah, banyak instrumen main, dan beberapa kali melodi gitar unjuk gigi. Menurut pribadi, nih lagu lebih cocok jadi Opening Bleach aja deh daripada endingnya. Joss  banget sih kalo jadi pembukanya Ichigo lagi ngeluarin Bankai. Hehe.. Lagu sedikit slow pun ada, yaitu “Just Like This”. Tetep ada unsur rock-nya yang maen. Tapi bisa dibilang tidak sengotot lagu-lagu laen. Bisa jadi temen tidur juga kok nih lagu. Iramanya enak banget. Apalagi drum sama painonya. Wuih..
Untuk lagu favorit, nggak ada lagu Spyair lain yang ngalahin “Samurai Heart”. Nomer satu deh! Benar-benar suasananya itu loh.. Lagunya nge-rock tapi feel-nya menggambarkan kesepian dan kesedihan. Pokoknya dibagian ini, gitarisnya juara deh.. Rhythm di bagian verse bener-bener pas. Lalu di tengah-tengah sama akhir melodinya pun nggak mau kalah. Ditambah lagi kayak ada backing vokal anak kecil gitu yang ngomong ‘Hey..hey…..’. Kayak anak manggil-manggil bapaknya. Hehe... Dan satu lagi, nih lagu jadi ending juga lho.. Kali ini buat anime super kocak bin idiot “Gintama”. Dan bisa dibilang, dari Gintama inilah akhirnya penulis berkenalan dengan Spyair. Sial! Pas banget lagunya sama cerita Gintama-nya.. Sedih, marah, kesal, balas dendam, tangis, semua campur satu pokoknya. Itulah “Samurai Heart”.
OK.. Segitu dulu sedikit infor mengenai Spyair. Bisa menjadi favorit maniak Bleach maupun musik rock nih. Suara Ike bisa membius hati dan membakar semangat dengan serak-serak basahnya. Permainan instrumen pun siap mengiringi dengan kualitas tingkat tinggi. Spirit tingkat tinggi musik Jepang dengan balutan Rock cukup kental ala samurai yang siap menebas musuhnya! (Aduh.. lagi-lagi omongan gak perlu nongol..-_-)
So, listen to this band! You won’t regret this one!! Spyair! Spyair!! Spyair!!!

Sabtu, 07 Januari 2012

Depapepe, Dua Dewa Akustik



Punya TV? Sering nonton TV? Lho..kok tanyanya malah soal televisi sih.. Nggak papa dong. Terserah yang nulis. Kembali lagi ke TV, kadang-kadang sering menjumpai acara dokumenter atau petualangan tertentu ‘kan? Nah.. biasanya tuh ada lagu-lagu pengiring yang sering terdengar. Dan dengarkan baik-baik, kadang ada beberapa lagu yang hanya memainkan instrumen dan memiliki melodi yang indah melalui  sentuhan gitar akustik. Nah! Itu tuh! Itu tuh! Biasanya itu yang digunakan lagunya Depapepe!! Bisa dibilang kita sering sekali mendengarkan lagu dari band satu ini, tetapi nggak tahu siapa yang membawakannya. Hiks..hiks.. Mirisnya kita..
Oke deh.. Segitu dulu pembukaannya.. Geje banget loh. Hehehe... Depapepe, nama ini pasti sering banget diomongin sama gitaris-gitaris dari kelas bulu hingga kelas welter ( emang ini tinju? -_- ). Maklum lah, permainan gitar akustik yang dibawakan Depapepe benar-benar bisa membius setiap orang. Hingga banyak banget gitaris yang pingin nyoba-nyoba lagu mereka.
Loh.. nih band nggak ada vokalisnya?
Haha.. Bener banget dugaan Anda. Depapepe yang dibentuk tahun 2002 ini memang hanya membawakan musik secara instrumental saja. Tidak memiliki vokalis loh. Tapi walau begitu.. justru inilah yang menjadi kekuatan dan kelebihan Depapepe. Dimana biasanya banyak lagu instrumen yang terlihat hampa karena tidak memiliki vokalis. Namun Depapepe mampu membuktikan bahwa  tidak semua musik instrumen itu di nomorduakan. Fuih.. mari angkat topi untuk Depapepe! Keberanian mereka untuk bermain di jalur yang agak berbeda inilah yang malah membawa keberhasilan. Miuya Takuya dan Tokuoka Yoshinari, dua personel Depapepe, cukup menggunakan gitar akustik untuk menggetarkan dunia. Terkadang balutan instrumen lain seperti piano dan harmonika turut dimainkan. Walau tetap mengandalkan gitar sebagai senjata utama.
Untuk urusan mengeluarkan lagu, Depapepe salah satu yang paling rajin. Album mereka sekarang pun sudah ada banyak. Lagu-lagunya pun memiliki nuansa yang selalu baru disetiap album. Bahkan, tahu lagu Canon in D dari musisi terkenal Pachebel ‘kan? Lagu yang pada awalnya sedih itu mampu digarap sedemikian rupa oleh Depapepe dan malah jadi agak ceria. Lucu pokoknya. Nasib yang sama juga menimpa Air in G yang malah bisa bikin goyang di tangan Miuya plus Yoshinari.
Depapepe mampu membumbui setiap lagunya dengan baik. Sehingga pendengar dapat meresapi dan membayangkan suasana tertentu dari setiap lagu. Hmm.. Mantep kan? Judul-judul lagu yang diberikan pun bisa dibilang selalu tepat dengan ritme musiknya. Misalkan dalam “Breeze”. Kita seolah-olah dibawa menikmati sepoi angin yang menyapa rambut. Seperti berada di bawah pohon nan teduh dan bersantai tanpa beban apapun. Pada “Half Moon” juga membuat pendengar bagai berada di tengah lapang luas sembari menatap langit malam dengan rembulan menghiasi. Irama yang dihasilkan lagu ini memiliki nunasa agak serius dan sedikit berat. Tapi tetap menunjukkan musik Depapepe yang santai dan simpel.
“Beautiful Wind”, membawa kita merasakan keindahan alam dengan nada yang begitu ceria. Ditambah lagi suara efek seperti orang meniup peliut membuat lagu ini cocok didendangkan saat berkumpul bersama sahabat-sahabat tercinta. “Summer Parade” memiliki permulaan yang sedikit slow. Tapi semua akan berubah begitu memasuki pertengahan hingga akhir. Laksana meminta kita untuk bangkit setelah menghadapi hal yang tidak diinginkan. “Kitto Matta Itsuka”, nih lagu joss banget! Permainan gitar yang santai dengan nada-nada yang seolah mengalir alami laksana sungai. Cocok juga dijadikan teman tidur. Bagian reff-nya itu sungguh mau bikin tidur aja. Dan menurutku, lagu ini bisa pula jadi peneman perjalanan di dalam kendaraan umum. Pasti keren kalo tukang ngamen akustikan lagu Kitto Matta Itsuka. Mirip-mirip juga dengan “Time”. Membuat kita terlena dan bisa memejamkan mata.
“Wedding Bell”, memberikan suasana yang sedikit menyayat hati. Malah membuat kita bisa menghela nafas pada bagian reff-nya. Nuansa sedih sudah terasa sejak detik pertama, dan memasuki klimaks pada reff tentunya. Terutama saat nada gitar semakin lama semakin tinggi. Uhh.. Laksana manusia yang ditinggalkan kekasihnya pergi dengan orang lain. Hiks..hiks…
Ada yang namanya “White Flowers”. Tidak seperti kebanyakan yang memilik intro dengan gitar saja. Pada lagu ini kita disuguhi dengan permainan piano yang mendayu-dayu. Jadi ingat lagu Sen no yoru wo koete-nya Aqua Timez. Setelah itu, permainan solo gitar yang apik dipertunjukkan, dan semakin lama duo gitaris menunjukkan aksinya bersama dengan iringan piano yang tidak kenal lelah.
Nah, setelah agak sedih-sedih, “Fun Time” membantu kita untuk kembali menemukan semangat dan kegembiraan. Sesuai judulnya, lagu ini sangat enak diperdengarkan dikala hati tengah berbunga-bunga. Sedangkan “Over the Sea” mengingatkan akan lingkungan pantai dan laut yang indah dan memesona mata.
Terus ada juga “Sakura Mau”. Sekitar empat puluh detik pertama, kita dibuat agak berleha dengan melodi yang bertempo rendah dan tidak terlalu banyak perubahan nada. Tetapi selanjutnya, kita malah bisa dibuat bergoyang dengan nada-nada yang cepat dan pas. Apalagi momen ketika Miuya berpindah dari rhythm jadi melodi sedangkan Yoshinari sebaliknya. Keren banget deh..
Hmmm… Lagu favorit ?
Satu-satunya yang mampu mengisi best song dari Depapepe, tidak lain yaitu “Kazemidori”. Entah kenapa, setiap kali mendengarkan lagu ini, pikiran dan hati merasa terluka saja. Tetapi juga memancarkan rasa semangat dan tidak mudah menyerah. Jadi, bisa dibilang seperti lagu motivasi bagi mereka yang tengah mengalami keterpurukan. Membuat kita untuk bangkit kembali walaupun keadaan sekitar tidak mendukungnya. Itulah yang sepertinya ingin disampaikan Depapepe lewat Kazemidori ini.
Masih banyak lagi kok, lagu-lagu Depapepe lain. Ini tadi hanya sebagian kecil saja lagu yang kusuka. Nggak perlu ragu untuk mencoba mendengarkan band satu ini. Walau nggak ada vokalisnya, Depapepe tetap mampu menyampaikan keinginan dan harapan mereka lewat nada-nada ciamik menggunakan instrumen gitar. Ayo! Go instrumental! Go Depapepe!!

OCEANLANE, Ride The Wave!!


Ini dia salah satu band Jepang yang menggunakan lirik-lirik berbahasa Inggris dalam lagunya. Titel band aja Oceanlane. Tuh ‘kan udah namanya bernuansa Barat begitu. Masa’ lagunya nggak pake bahasa Inggris? Hahaha…..
Oke deh.. Oceanlane sendiri berdiri di Jepang (ya iyalah.. ),tepatnya di Tokyo pada tahun 2001. Wah..wah.. Sudah cukup lama juga ya.. Lebih dari sepuluh tahun nih. Penggagas dari Oceanlane adalah dua sekawan Hajime Takei (sang vokalis dan gitaris) serta  Kay Naoe ( lead gitaris). Hmm.. kalo dilihat baik-baik si Kay ini wajahnya nggak oriental banget ya.. Maksudnya bermuka bule gitu.. Kulitnya putih dan rambutnya ikal-ikal gimana gitu. Mungkin saja dia itu blasteran ato emang orang Western yang nginep di Jepang. Malah jadi mirip Rindaman di Crow Zero. Wkwkwk.. Kemudian, bergabung juga dua personil lain, yaitu Takeshi Horikoshi (bassis) dan Masashi Shimada (drummer). Terbentuk formasi top markotop Ocenlane yang siap melawan formasi 3-4-3 Pep Guardiola (Lho..!! Kok malah ngomongin bola! Idiot banget!!). Ah.. OOT!!
Band ini memilih musik rock sebagai genre utama. Tapi secara permainan musik yang diperdengarkan lebih ke arah alternative, serta ada unsur pop yang kental di dalamnya. Dan lagi mereka tidaklah menggunakan pure rock kok, bisa dibilang slow rock. Suara Takei yang lembut dan perpaduan instrumen yang terasa easylistening tanpa membuat gaduh telinga menjadi buktinya. Malahan sering sekali nada-nada akustik nongol lho..
Bisa didengarkan pada “Absent In The Spring”. Awal saja malah dibuat ngantuk dengan genjrengan akustik gitar yang oke. Suara Takei yang kagak ada sense rock-nya mampu menghipnotis pendengar untuk bertahan hingga detik akhir lagu. Oceanlane bermain agak cepat di  “Bittersweet Ending”. Gebukan drum menyambut kita, dilanjutkan dengan bass yang tiada henti dan terdengar simple but deathly. Tapi tetep saja unsur rock yang heavy banget nggak terasa.
Mendengarkan “Enemy” dan “My Wristwatch”, lagi-lagi tidak jauh berbeda dengan lagu pertama tadi. Gitar akustik, sejuknya vokal, nada-nada yang tidak ngotot menjadi jurus andalan. Nggak kalah similar pula sama “Name”. “Fighter Pilot” kemudian mencoba memberikan sesuatu yang baru. Intro yang catchy dengan background suara damai piano dilanjutkan transisi menjadi penuh semangat kemerdekaan 45. Keseluruhan lagu ini pun memadukan instrumen yang agak nge-beat dengan suara Takei yang justru malah santai banget..
Haha.. Di “Get BacK” nunasa pop rock terasa oke loh.. Drum dan rhtym gitar yang mengobrak-abrik di awal dengan irama agak statis tapi membuka kemantepan nih lagu. Ditambah lagi Horikoshi dengan dentuman bass dashyat-nya sukses membuat kaki tanpa sadar bergerak-gerak sendiri mengikuti alunan musik. Keberadaan backing vokal yang sering kali muncul menghantui suara utama Takei pun menjadi kelebihan lagu ini.
Nah, “Good Night My Blue Sapphire” sekali lagi menunjukkan kehebatan band ini merancang musik yang ramah di telinga dan cocok menemani tidur. Hanya mengandalkan piano sebagai pendamping vokal cukup memberi gambaran betapa slow-nya lagu ini. Tempo lambat makin melengkapi suasana ngantuk di sini.
Rentetan bunyi drum seperti di lagu Melompat Lebih Tinggi S07 menjadi intro “Here It Comes”. Didukung dengan melodi gitar yang sudah unjuk gigi di awal menyempurnakan  suasana lagu yang agak kelam di sini. Kalau pingin dengar mantebnya bass di intro, terdapat opsi di  “Look Inside The Mirror” dan “Light Up My Soul”. Nuansa ringan khas Takei beserta irama drum bersatu padu dengan suara menggaung piano. Melengkapi asyiknya bagian reff.
“Ride The Wave” dibawakan lebih bertenaga dan nggak sepi instrumen.Walau di pembukaan hanya diperdendangkan dentingan piano saja, tapi segera dikombinasikan dengan alat musik lain yang makin buat lagi makin moncer aja. Reff-nya enak banget. Nada tinggi yang dimainkan Takei bear-benar menggambarkan keinginannya untuk mengendarai ombak penuh kebebasan (Hah.. lagi-lagi omongan geje nongol lagi. Hehehe..). Kalau yang agak sejenis sama ini ada juga, judulnya “The Sun”. Lagu yang ceria , nge-beat juga tapi rada alternative, listen to “Walk Along”. Okee banget sebagai teman dikala sedang merasakan deru angin menerpa wajah kita. Hehehe..
Oceanlane yang walau dibilang di diskografi bermain di rock, tetapi realita di musik memang nggak full rock ‘kan? Sentuhan pop tidak bisa diabaikan saja di sini. Tipikal suara Takei yang polos tanpa beban dan lebih cocok untuk bermain di pop ataupun alternative sangat dimaksimalkan betul lho.. Pantes saja lagu-lagunya nancep terus tanpa menyakiti telinga dengan teriakan atau efek-efek aduhai para rocker sejati. Nih, Oceanlane bisa jadi band alternatif kamu yang menyukai musikalitas Yellow Card maupun All-American Rejects. Seru deh..!!

Coldrain, Nothing Lasts Forever!!



Pernah denger nama band satu ini?  Coldrain.. Coldrain? Namanya cukup familiar di telinga Anda? Eh.. Band satu ini sama sekali nggak memiliki hubungan darah apapun dengan Coldplay loh.. Meski sama-sama Cold, mereka memiliki markas yang berbeda. Kalo Coldplay ‘kan di Inggris sono noh. Nah si Coldrain ini justru berasal dari Jepang. Hah.. Jepang? Jadi ini band Jepang? Ya iyalah! Masa band Indonesia! Mikir pake’ otak dong, kaki sudah buat nendang!!
Ahh.. maaf atas kegejean sejenak di atas. Kembali ke Colplay eh.. Coldrain. Band yang memulai debut pada tahun 2008 ini memiliki lima personil. Masato yang berada di posisi vokal, Sugi dan YKC (nama yang aneh…) memainkan gitar, Katsuma tukang gebuk drum, dan RxYxO yang siap sedia sebagai bassist. Walau kayaknya, ada dua nama yang rada-rada membingungkan kayak gitu, tapi tenang aja. Orang-orangnya masih normal kok. Hehe. Yang agak bikin putar otak tuh wajahnya si Masato sang vokalis. Bener-bener pure Barat banget!! Apa dia itu orang dari Amerika yang lama tinggal di Jepang? Entahlah..
Coldrain mengusung panji-panji musik rock berbalut metal. Dan bagi yang suka sama suara yang scream, nih band patut didengerin loh. Suara Masato pas teriak-teriak nggak karuan bisa diacungi jempol kok. Dan dengan semangat metal yang dibawakan Coldrain ini, nggak heran ada beberapa lagu yang berhasil menjadi soundtrack anime, seperti lagu We’re not alone yang jadi OP Rainbow juga 8am untuk ending anime Hajime no Ippo. Lagu-lagu lain yang nggak jadi OST pun nggak kalah mantep kok.
Perkenalan pertama dengan Coldrain terjadi gara-gara game. Game ? Bener banget.. Tidak lain tidak bukan yaitu Pro Evolution Soccer 2011. Nah, biasanya kan sering kedengeran tuh berbagai lagu yang ngisi di PES edisi ini. Dan ada satu yang membuat penulis tertarik. Lagu menghentak diawal dengan teriakan-teriakan tak karuan di tengah-tengah. Setelah dilihat-lihat, ternyata judul bandnya Coldrain dengan lagu Die Tomorrow. Kesan awalnya, wah nih lagu asyik banget! Tipe lagunya mirip openingnya Bleach yang D’Tehcno Life gitu. Makanya suka...
Mulailah penggalian informasi tentang Coldrain dimulai. Pertama yang buat kaget : Coldrain adalah band Jepang!! Wah, awalnya sempet ragu sampai ngucek mata berkali-kali. Beneran nih band dari Jepang?! Ternyata memang itu jawabannya. Nggak terduga banget.. Suara vokalisnya tuh full Barat banget.. Nggak ada getaran Jepang sama sekali di suaranya. Liriknya aja semua bahasa Inggris. Apalagi permainan instrumennya pun tampak berkiblat ke Barat. Sungguh fakta yang mengejutkan ya…
Album terbaru mereka, Nothing Lasts Forever diluncurkan pada tahun 2011. Isinya..hmm.. sudah pasti membuat tubuh jingkrak-jingkrak dong. Diawali dengan “After Dark” yang langsung menggebrak dengan drum yang sangar dan looping melodi gitar nan gayeng. Bagian reff-nya tidak ketinggalan juaranya. Dengan sedikit sentuhan backing vocal scream, semakin menambah suasana metalnya saja. Lalu ada “Stuck”. Tuh lagu intronya sedikit agak-agak dangdut-rock gimana gitu. Nah, pas bagian ini gitarnya mantep banget kok. Solo melodi yang maen di tengah-tengah pun menambah meriah nih lagu. Sayangnya di sini nggak ada bagian scream-scream-nya. Tapi nggak apa-apa kok. Sense of metal & rock-nya tetep keluar.
Selanjutnya terdapat “The Youth”. Masato langsung unjuk suara di awal lagu. Membakar semangat para pendengar. Lagu yang agak pemberontak sih, sealiran model Captain Jack gitu. Oke deh. Pada “We’re Not Alone”, langsung nih nongol suara teriakan alias scream-scream sejak awal lagu. Sudah bisa diduga lagu ini bakalan keras banget. Tetapi pada bagian reff malah sedikit mengendur, sedikit rock bercampur pop kalo dibilang. Dan justru itulah yang malah membuat lagu menjadi menarik. Yang paling mantap tentu saja “Die Tomorrow” dong. Porsi scream yang nggak terlalu banyak maupun sedikit berhasil menyempurnakan lagu dengan baik. Perpaduan instrumen pendukung vokal Masato benar-benar terasa menghentak-hentak di sini. Dan di tengah-tengah lagu, tempo bisa diubah menjadi lambat dengan suara vokalis yang bertransformasi jadi melow. Dan seketika pula bisa langsung berubah menjadi scream mode lagi. Fuih.. Plok! Plok! Plok!
Mau yang slow? Jangan salah, Coldrain pun mahir membuat lagu yang pas buat nangis-nangis. Namanya “Miss You”. Wuhh.. Dari judulnya ada udah bikin berlinang air mata (lebay..lebay!!). Intro gitar akustik berkombinasi dengan vokal Masato langsung memanjakan telinga. Rasanya ogah dulu ganti lagu. Disusul dengan permainan drum secara marching yang menambah suasana kepedihannya. Skill bass yang dimainkan benar-benar terasa banget feel-nya.  Begitu masuk reff, perasaan merindukan seseorang dari lagu ini semakin menjadi-jadi saja. Apalagi mengingat vokal Masato yang biasanya teriak-teriak lalu nyanyi lagu kayak gini. Malah ini yang menjadi nilai lebih “Miss You”.
Secara garis besar, baik kamu pecinta musik jepang maupun bukan. Nih band pantas dijadiin playlist di komputer ato hape kok. Vokal dengan bahasa Inggris yang fasih, karakterisasi suara Masato, instrumen yang mantap, serta sense of Japan yang bisa dibilang sedikit sekali, bisa membuat Anda tertipu jika band ini ternyata band Jepang. Namun, disinilah letak asyiknya Coldrain. Mereka mampu mengusung musik yang mereka sukai tanpa terpengaruh dengan kondisi lingkungan musik yang secara geografis berada di Negara Matahari Terbit. Oke… Pokoknya nothing lasts forever!! 

Local Sound Style, Pesona Musik Pop Punk Jepang!!



Jarang banget kita temui band-band Jepang yang memainkan genre musik alternative pop punk. Bukannya nggak ada sih, cuma saja keberadaan band beraliran yang agak berbeda dari musisi Jepang kebanyakan jarang diekspos. Memang, kebanyakan mereka memilih jalur indie, nggak heran juga sulit mencari infonya. Aduh...
Kalau membicarakan band Jepang dengan aliran pop punk yang juga ke arah emo-punk, nama Ellegarden pasti mencuat di urutan teratas. Yup! Fans musik Jepang  berstadium akut pasti nggak bakalan nggak tahu deh sama Ellegarden ini…
Eitt!! Tunggu dulu, sekarang bukan waktunya membicarakan Ellegarden (‘Kan sudah ada di-postingan sebelumnya..). Now.. say hello to Local Sound Style! Setelah melalang buana ke berbagai forum nasional hingga internasional, tanya Mbah Google siang malam tak karuan.. tiga kali puasa tiga kali lebaran nggak pulang-pulang.. Ehmm.. (maaf, kebawa suasana…), akhirnya nemu juga band yang agak-agak mirip dengan Ellegarden. Mirip dalam arti genre musiknya lho.. Bukan njiplak kayak banyak musisi negeri kita loh.. Pokoknya hati berbunga-bunga deh. Secara genre musik punya Ellegarden-lah yang jadi favorit penulis. Membuat Local Sound Style pun mendadak menjadi menu wajih di playlist deh.. Mengikuti Ellegarden yang telah dahului mengguncang dunia. Ellegarden!! Ellegarden!! Wah..panjang lebar malah kok lebih ngomongin Ellegarden ya..? Padahal judulnya aja ‘Local Sound Style’.Hehe.. sorry ya lah..
 Yup kita mulai..(telat banget..) !!
Local Sound Style.. Nama band yang agak unik nih.. Kirain dulu nama tempat penyewaan sound system ato apalah.. Tapi namanya yang agak nyeleneh inilah yang membuat penulis jadi penasaran juga. Apalagi dari berbagai forum yang ada bilang kalo nih LSS genre-nya agak Alternative., dan bisa menjurus ke Emo Rock sampe Punk.. Wahh.. langsung keinget Ellegarden deh.. Nggak mau buang waktu dan uang karena lagi di warnet, penulis segera mendownload saja lagu-lagu LSS dari situs gratisan mp3. Hehe.. maklum orang Indonesia kok… Semakin gratis semakin laris..
Band ini sendiri digawangi oleh Masahiro Araseki yang megang gitar sama jadi vokalis. Suaranya jernih loh. Agak mirip suaranya vokalis Ellegarden nih.. Ato emang semua band emo-punk suaranya kayak gini ya? Hehe.. Ada juga si Yusuke Goto yang megang gitar. Biasanya doi nih yang maenin melodi. Terus Takayuki Kurotaki di bagian bassist. Plus Kosuke Saito sang penabuh drum. Kombinasi empat orang ini-lah yang berhasil menelurkan karya berupa lagu-lagu yang nendang abiss penuh semangat emo ber-powerpop.
Lagu pertama yang mencok di telinga yaitu “Changes”.. Fuih!! Dari detik pertama langsung disuguhi permainan gitar dan bass yang mantap.. Sampai reff pun nadanya yang semakin naik makin bikin goyang saja. Apalagi suara vokalisnya yang halus tapi tetep masuk di lagu. Mantapp!! Nih band memang nggak salah masuk dalam playlist!! Beberapa lagu lain pun juga memiliki konsep sama, menghentak di awal dan menawan di reff, seperti, “Declaration”, Don’t Look Back On Winding Road”,”Get Out”, “Take Me to The Place”, dan sebagainya.
Tapi nggak semua lagunya menghentak melulu dan rame kok. Beberapa lagu ada yang dimainkan dengan santai. Meski santai tetap nggak menghilangkan sense of Emo-Punk yang ada. Dan biasanya kalo band genre kayak gini buat lagu rada slow pasti mantep!! Dan bener juga dugaan sang detektif ini. Contohnya pada lagu “Another Day” dan juga “Live Forever”.
Untuk lagu favorit, pilihan penulis jatuh pada “Starting Over”! Keren ajib deh.. Lagu diawali dengan slow dengan alunan instrumen yang mendayu-dayu.. Awalnya nih lagu bakalan melow abis sampe akhir.. Eh ternyata acara melow-melow tadi Cuma sesaat sejenak. Langsung setelah itu dihajar dengan hentakan drum plus skill sang gitaris yang cihuy deh.. Bagian paling asyik pastinya di tengah-tengah tuh.. Musik lagu ini sendiri kesannya jauh dari rasa monoton. Cocok buat mengenang masa-masa sekolah nih..
Oke!!.. Dengerin baik-baik deh nih band. Tenang aja.. nggak usah takut nggak paham bahasanya. Soalnya Local Sound Style menyanyikan lagu-lagunya dengan bahasa Inggris semua. Judul lagu aja Inggris, nama album Inggris juga. Nama band jelas-jelas dari bahasa Ingggris pula.. Dan bisa dibilang Araseki sang vokalis memiliki pelafalan yang sangat baik, sehingga kita lebih mudah memahami liriknya (kecuali yang nggak bisa bahasa Inggris..hiks…hiks.. kasian deh). Curiga kalo nih orang anak blasteran..
Bereslah.. segitu dulu postnya soal Local Sound Style ini.. Pokoknya dengarkan dan rasakan semangat Alternative sampai Emo yang mantep dari band Jepang satu ini. Nggak nyesel deh..

HOLIDAYS OF SEVENTEEN, PowerPop Band OK!!



Ah.. Satu lagi nemu band Jepang yang agak alternative dan powerpop. Sebuah genre yang lumayan sulit dicari untuk band Jepang. Wah..kebetulan banget nih! Nggak mau menunggu musim hujan tiba, langsung saja deh lagu-lagu Holidays of Seventeen dicari dan didownload!
Arrghh… Masalah pun datan. Susah banget nyari tuh lagu dimana-mana. Bahkan mp3***** yangj jadi andalan dan biasanya segala musik ada pun nggak berhasil nemuin nih band. Seolah-olah keberadaan band ini seperti dipandang sebelah mata di berbagai tempat download gratisan. Beuh…Beruntung setelah cari hampir putus asa dan mau nangis (cengeng banget!!),  berhasil juga mendapatkan lagu-lagu band satu ini gara-gara forum terbesar se-Indonesia.. AH.. lega rasanya.
Oh.. Sebelum itu kita kupas sebentar yuk tentang band ini. Holidays of Seventenn, atau biasa disebut juga H017 merupakan band yang dibentuk di Fukuoka, Jepang pada tahun 2004. Wah, sudah hampir delapan tahun dong umurnya. Membernya yaitu ada Taro Mura di vokalis dan gitaris, Kota Nakahara pada gitar, YO-PEI Ikari sebagai bassis, Mutenoshi Nakayam yang main Drum, serta Yomogi Yamashita sebagai keyboardis. Dan jalur power pop menjadi pilihan hidup band satu ini. Banyak yang bilang musik mereka mirip-mirip ama Weezer gitu. Emang bener sih, apalagi keduanya punya genre yang sama. Tetapi H017 tetap mampu menunjukkan ciri khas mereka kok.
Beralih ke lagu, pertama kali denger yang “Hey, Scissorman!”. Lagunya santai dan ceria. Pemilihan nada yang baik di bagian reff, membuat pendengar serasa terbawa ke alam H017. Bagian agak lucu yaitu pada bridge. Menjelang reff, sang vokalis biasanya akan teriak ‘Oh no!’ dengan suara agak melengking kocak gitu. Hehe. Untuk permainan instrumennya sendiri, benar-benar powerpop dengan sentuhan agak seperti reggae, tapi sangat sedikit kok. Cuma sekilas doang..
Di lagu “You and Me” kita lagi-lagi dibuat santai dengan iringan gitar akustik saja. Suasana sedikit semangat kembali muncul di lagu “Dum Spiro”. Konsep yang hampir sama dengan Hey, Scissorman! Kemudian di “Jab As Beginning”, dibuka dengan intro melodi gitar yang santai disusul dengan drum beserta bass yang terasa banget di bagian verse.
“Therefore It Goes Like This” disebut-sebut oleh penulis sendiri sebagai lagu yang paling oke dari H017. Memilih memainkan lagu secara slow dan hati-hati sejak awal, H017 berhasil menunjukkan kelebihan dari lagu ini di bagian reff yang terasa begitu spesial dengan nada yang enak didengar. Diakhiri dengan teriakan panjang sang vokalis. Lagu yang cukup sedih meski dalam balutan instrumen komplet yang bermain atraktif.
Fuih.. lagu-lagunya benar-benar cocok buat bersantai. Agak sedikit berbeda sih dengan Ellegarden. Nggak nemu lagu yang bisa bikin lari lalu nendang orang kayak Monster-nya Ellegarden. Nggak apa lah, H017 bisa membuat warna sendiri dengan power pop yang mereka usung. Mungkin kesamaan band ini dengan Ellegarden ialah kedua vokalis sama-sama memiliki pelafalan bahasa Inggris di atas rata-rata orang Jepang. Selan itu, setting Jepang pun nggak begitu terasa di lagu-lagu H017. Moga aja nih band terus berkarya dan menelurkan lagu-lagu yang easylistening lainnya.

Ellegarden, Legenda Pop Punk Jepang!!

Ini dia!! Band emo-pop punk favorit ane!! Nggak banyak basa-basi deh. Hehe… Bisa dibilang juga Ellegarden ini sebagai kiblat musik-musik beraliran sejenis di Jepang. Maklum lah, kehadiran mereka sejak 1998 silam telah mampu mengguncangkan dunai musik Jepang.  Musik atraktif, penampilan personil yang gaul, dan enerjik menjadi ciri sendiri Ellegarden. Style yang kasual dan easygoing benar-benar ditunjukkan dalam penampilan mereka. Musik-musiknya terasa hidup dengan sentuhan khas anak muda yang bandel.  Maka nggak heran, namanya sangat digaung-gaungkan di sana, terutama bagi para underground yang haus akan lagu-lagu emo punk seperti ini.
Sebenarnya seberapa mantep sih Ellegarden ini?
Hahaha.. Pertanyaan konyol yang dilontarkan mereka yang masih asing sama nih band. Huh.. Tapi, maklum deh. ‘Kan pada belum kenal.Tidak perlu dijawab dengan kata-kata, cukup putarkan lagu Ellegarden saja, maka pertanyaan itu sudah mampu terjawab. Fuih…
Ellegarden sendiri digawangi oleh empat cowok keren yang Jepang banget. Ada Takeshi Hosomi diposisi Vokalis dan Gitaris, Shinichi Ubukata sebagai Gitaris, Yuichi Takada menempati bassis, dan Hirotaka Takahashi menjadi drummer. Cukup dengan empat orang inilah, Ellegarden hidup dan mewarnai belantika permusikan Jepang, bahkan hingga ke luar negeri. Sudah ada banyak album yang dikeluarkan. Itu belum termasuk beberapa album kompilasi dan mini album. Wuhh..
Sebagai band yang beraliran emo-punk dan kadang menyentuh alternative rock, Ellegarden banyak mengandalkan permainan instrumen yang powerfull dan terasa full mengisi lagu. Sedangkan untuk bagian vokal, Hosomi telah memiliki suara yang seusai untuk bertarung di genre ini. Ditambah lagi, lirik-lirik yang terkadang berpadu antara Jepang dan Inggris pun menjadi daya pikat yang mantep deh. Apalagi, pelafalan Hosomi untuk lirik-lirik bahasa Inggris sungguh OK! Enak didengar, terasa natural dan nggak dibuat-buat, hal yang membuat nilai plus lain dari Ellegarden. Bahkan banyak pula lagu yang full English dan memiliki sense yang Barat banget. Nggak kebayang kalo nih yang nyanyi orang Jepang..
Ellegarden pun sangat mahir meracik setiap lagu, sehingga masing-masing memiliki kekuatan tersendiri dibandingkan yang lainnya. Selalu muncul suasana baru yang mampu diberikan Ellegarden di setiap lagu. Misalkan “Marry Me” yang mengandalkan kekocakan lirik menggelitik, “BBQ Riot Song” yang terasa feel perpisahannya tetapi dibuat nyeleneh, hingga “Monster” dengan musik dinamis penuh spirit lewat aksi sang drummer. Dan semakin lama mendengarkan lagu-lagu Ellegarden malah membuat semakin demen saja.  Hahaha..
Tidak terasa koleksi lagu-lagu Ellegarden sudah berjubel banget. Sesak penuh mengisi playlist loh. Mulai dari album pertama hingga terakhir nggak ketinggalan didownload. Super deh! Nggak mungkin dibahas semua disini dong. Hahaha.. Bisa capek nih nulisnya. Tapi, kita review saja beberapa lagu yang menjadi andalan penulis dalam mengenalkan Ellegarden ke orang lain. Fuih.. Promosi..Promosi..!!
Kita mulai dengan yang menggebu-gebu dulu. “Marie” jelas tidak bisa didengarkan sebelah telinga. Begitu mulai, langsung deh Hosomi bernyanyi agak sedikit menggantung dan menahan suara. Kemudian baru diledakkan benar-benar ketika memasuki verse dan semakin booming saat reff. Gitar dan drum yang serasi diperdengarkan sejak awal lagu. Sedikit dibuat berirama statis di awal dengan tempo sedang, kemudian menggebrak mulai verse hingga akhir. Liriknya sendiri memiliki cerita yang unik. Sebuah lagu yang diperuntukkan untuk seorang bernama Marie. Terdengar jelas berkat lafal prima Hosomi di reff.”TV Maniacs” dibuka dengan kekuatan rhytm gitar yang punk banget. Memakai nada-nada yang terasa monoton di awal hingga akhirnya berubah menawan habis-habisan di reff.
Jangan ketinggalan sama “Good Morning Kids”. Menawarkan lirik yang penuh pesan walau agak sedikit ngaco. Mengenai seseorang yang berharap anak-anaknya tidak bertambah dewasa sehingga tetap bisa hidup ceria penuh kepolosan tanpa dipengaruhi kebusukan dunia, yag telah mengubah orang tersebut. Walau memunyai lirik sarat makna dan cukup sedih, tapi tidak serta merta membuat Ellegarden memainkannya secara slow. Justru mereka malah berani menghadirkan musik impresif khas punk rock. Hasilnya? Hmm.. Dua jempol deh. Sementara itu, pada “Lost World” lagi-lagi Ellegarden berhasil memberikan stimulus penyemangat bagi para pendengarnya. Terutama pada bagian intro dan verse yang menonjolkan gitar yang menemani suara ‘motivator’ Hosomi. Serasa membuat kita ingin berlari-lari mengejar maling yang mencuri pacar kita ( Nggak ada perumpamaan yang lebih keren apa? -_- ).
Di awal menggebrak, lalu seketika berubah sedikit santai dengan alur nada agak tenang. Itulah lagu “Oyasumi”.  Bagian reff benar-benar menggambarkan lagu ini seutuhnya. Suara sang vokalis yang beberapa kali nyaris melengking di reff serta kata-kata ‘Sayonara..Oyasumi..’-lah penyebabnya. Laksana memberi kesempatan kepada orang yang kita sayangi untuk beristirahat sejenak di malam hari. Dan bisa berjumpa kembali di hari yang baru. Wuih.. Sok-sok bisa bahasa Jepang aja. (Ngenet dong! Cari translate-nya!!). “Koukasen” malah sebaliknya. Kesan ringan dan easygoing malah terasa di awal lagu yang mengadalkan suara lirih Hosomi serta petikan gitar saja. Berbeda 180 derajat begitu sampai di klimaks lagu. Keempat personil Ellegarden memainkan instrumen masing-masing dengan semangat anak muda yang membara, terutama untuk sang drummer Hirotaka. Mantep abiss pokoknya! Tubuh rasanya bisa berherak sendiri mengikuti gebukan Hirotaka yang kali ini sangat powerfull.
Pernah dengan band bernama The Pillow? Nah, Ellegarden pun turut menyanyikan salah satu lagu band kawakan itu yang berjudul “Funny Bunny”. Wuss… Lagu yang awalnya terasa enak buat teman minum teh berhasil digubah sedemikian rupa menjadi sangar. Lebih enerjik dan terasa lebih muda. Dari opening samapi endingnya nggak ada celah buat bersantai. Pendengar dibuat untuk jingkrak-jingkrak sepanjang lagu.
Fuih.. capek juga ya.. Sekarang coba banting setir ke lagu-lagu yang agak slow. Untuk ini, “Middle of Nowhere” tidak bisa dikesampingkan. Kesan anak punk Ellegarden serasa luntur di lagu ini. Permainan instrumen yang tidak terlalu banyak dan tidak menonjol. Lebih mengandalkan Hosomi yang juga bernyanyi penuh penghayatan seperti singer lagu ballad. Bisa dibilang, musik yang dipancarkan sesuasi dengan judulnya. Terasa tidak berada dimana-mana. Hampa. Alone..Alone..Alone..Kayak Squidward pas kesasar di dunia Alone itu. Hehe.. Lho? Kok malah ngomongin kartun Spongebob sih. Waduh..waduh..
Masih kurang? “Hana” siap membuktikan kekuatan Ellegarden tidak hanya dalam musik nge-beat saja. Agak mendayu-dayu pun bisa dilakukan dalam lagu ini.  “Insane” pun bisa jadi opsi lagin. Intro saja memakai petikan gitar akustik yang langka banget bagi band macam Ellegarden ini.  Juga muncul melodi-melodi dari keyboard yang membacking Hosomi, walau nggak terlalu ketara sih. Agak ke tengah, suasana tambah rame. Drumdan bass nggak mau diam saja dong. Tetap beraksi tanpa meninggalkan kesan mendayu yang dibangun sejak awal lagu.
Dan lagu paling menyentuh dari Ellegarden menurut ane dipegang “Yubiwa”. Desahan Hosomi di awal sudah membuat kita untuk siap mengelus dada. Dari verse hingga bridge, hanya gitar dengan minim nada dan variasi yang menemani suara parau Hosomi. Benar-benar menggambarkan kesepian banget. Memasuki reff, drum memberanikan diri mewarnai lagu. Tapi malah makin menambah sense lagu yang galau abis. Bagian favorit tentunya pas Hosomi bernyanyi dengan tempo lebih lambat dan lirih setelah reff kedua. Dan setelah itu, tiba-tiba tabuhan drum mengisi bersama bass yang akhirnya kerasa juga. Hosomi pun dengan segera agak meningkatkan tempo serta tinggi nadanya. Wahh.. awesome deh.. Liriknya sendiri bercerita tentang seseorang yang menantikan kembalinya gadis kesayangannya. Kepergian sang gadis yang sangat lama itu tidak membuat si cowok putus asa. Ia terus menunggu, menunggu, dan menunggu. Bahkan ia telah memberikan cincin yang kelak ingin ia berikan kepada gadis tersebut. Tapi karena saking lamanya gadis itu pergi, cowok tadi bahkan sudah lupa berapa ukuran jari cewek tersebut.. Arrghh!! Hebat juga Ellegarden bisa memadukan lirik dan nada yang sama-sama menyayat hati.
Sekarang waktunya masuk ke best song. Untuk Ellegarden, terasa sulit menentukan manakah yang terbaik. Masing-masing berhasil memukau dengan kekuatan sendiri-sendiri. Tapi berdasarkan selera penulis, pilihan akhirnya jatuh ke “Make A Wish”! Wah… Plok..Plok..Plok!! Lagu ini memiliki durasi yang tidak terlalu lama. Tetapi kekuatan terbesarnya ada pada pemilihan kata pada lirik lagu yang benar-benar ciamik. Lirik yang simpel tapi sarat makna. Mengenai seseorang yang bisa tegar dalam menghadapi perpisahan dengan teman-temannya. Dan ada  pengharapan agar semua bisa baik-baik saja. Cocok banget nih buat perpisahan sekolah. Nilai plus lain, nada yang digunakan sungguh berhasil membawa pendengar merasakan apa artinya perpisahan itu. Ditambah lagi kehadiran backing vocal yang perfect banget membantu Hosomi pas bagian reff. Ajib dah… Eit.. Ada tapinya. Lagu yang masterpiece ini sebenarnya cocok diakhiri secara baik-baik alias melow saja. Tapi kemudian menjelang akhir-akhir malah menjadi menggebu-gebu dan terasa terlalu rame untuk awal yang begitu sempurna ini. Meski begitu, secara keseluruhan ini lagu tetap the best kok!!
Walah..walah.. Sebenarnya masih banyak lagi tuh lagu Ellegarden yang keren-keren. Tapi mungkin segini saja sudah cukup untuk menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Nih bisa dibilang salah satu dari Empat Band Favorit ane. Yang tiga lain masih dirahasiakan. Hehehe..
Sayangnya dibalik sukses Ellegarden yang moncer itu, berita buruk menerpa nih. Sudah beberapa tahun ini Ellegarden berada dalam kondisi tidur panjang, alias… HIATUS!! Entah apa yang membuat keempat personilnya untuk beristirahat meninggalkan Ellegarden. Padahal lagu-lagu mereka selalu menarik didengarkan. Entah sampai kapan kondisi hiatus ini akan terus berlangsung. Belum ada keterangan pasti dari pihak Ellegarden. Yach.. Kita doakan saja semoga keempat musisi handal ini bisa bersatu kembali dan menghidupkan lagi Ellegarden dari mati suri.
-Make a wish ,easy one ,that you’re not the only one. Someone there next to you holding your hand..-
Ellegarden, Make a Wish..